Perbandingan Derajat Hiperemis Pascabedah Pterigium Inflamasi antara Teknik Lem Fibrin Otologus dan Teknik Jahitan
Abstract
Tandur konjungtiva bulbi merupakan baku emas pada pembedahan pterigium yang secara umum metode penempelannya dengan menggunakan jahitan, namun memiliki beberapa kekurangan, di antaranya waktu pembedahan cukup lama, menimbulkan reaksi inflamasi, dan kemungkinan komplikasi. Saat ini dikembangkan penggunaan lem fibrin untuk penempelan tandur konjungtiva bulbi sebagai alternatif prosedur pengganti jahitan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui derajat hiperemis pascabedah pterigium inflamasi antara teknik lem fibrin otologus (LFO) dan teknik jahitan. Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar tunggal yang dilaksanakan di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung dari bulan Oktober−Desember 2010. Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok secara acak dan hasilnya terdapat 12 penderita kelompok LFO dan 14 penderita kelompok jahitan. Pemantauan dilakukan pada minggu pertama, kedua, dan keempat pascabedah serta dilakukan pengambilan foto lampu celah biomikroskop digital. Benang jahitan disamarkan menggunakan perangkat lunak penyunting foto dan satu orang pengamat menilai secara objektif derajat hiperemis pada foto digital. Analisis statistik dilakukan menggunakan Uji Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat hiperemis secara bermakna lebih kecil pada minggu pertama, kedua, dan keempat pada kelompok teknik LFO (derajat hiperemis 2,5; 2; dan 1,5) dibandingkan dengan kelompok teknik jahitan (derajat hiperemis 4; 3; dan 2) (p<0,05). Simpulan, penggunaan LFO untuk melekatkan tandur konjungtiva bulbi pada pembedahan pterigium inflamasi menghasilkan derajat hiperemis yang lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan jahitan. [MKB. 2013;45(3):174–9]
Kata kunci: Lem fibrin otologus, pterigium inflamasi
Comparison of Hyperemia Degree between Autologous Fibrin Glue and Suture Technique Post Inflammed Pterygium Surgery
Conjunctival autograft is the gold standard in pterygium surgery which is regularly secured with suture, butthis method has few drawbacks of prolonged operating time, provoke ocular inflammation and potential risk for suture related complication. The use of fibrin glue has become an alternative procedure in conjuntival graft transplantation. The aim of this study was to compare hyperemia degree post inflamed pterygium surgery between autologous fibrin glue (AFG) and suture technique. This was a randomized, controlled, single blind clinical trial that conducted in National Eye Center, Cicendo Eye Hospital Bandung from October−December 2010. Subjects were randomly assigned to two groups and as result 12 patients belong to AFG group and 14 belong to suture group. Digital slit-lamp photographs were taken at 1st week, 2nd week and 4th week postoperatively for observation. Sutures were masked using photo-editing software and one masked observers objectively graded the digital photograph for degree of hyperemia. Statistical analysis was performed using Mann Whitney Test. The results of this study showed that the degree of hyperemia was significantly lower in AFG group (hyperemia degree 2.5, 2 and 1.5) than in suture group (hyperemia degree 4, 3 and 2) at 1st week, 2nd week and 4th week post operatively (p<0.05). In conclusion, the use of AFG for graft fixation in inflamed pterygium surgery produced significantly lower hyperemia degree. [MKB. 2013;45(3):174–9]
Key words: Autologous fibrin glue, inflammed pterygium
Full Text:
PDFArticle Metrics
Abstract view : 905 timesPDF - 729 times
MKB is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License
View My Stats